Yura yang menyandang predikat sebagai mahasiswi rupawan itu ternyata sedang pusing akibat mikir positioning sebagai strategi pemasaran. Tak lama berselang, akhirnya ada salah seorang teman, sesama mahasiswi yang datang menghampirinya, ialah Kiki.
“Aah! Akhirnya kamu datang juga!” seru Yura dengan wajah semrawutnya. Kiki, salah satu kawan baru saja datang dari kampus. Gadis itu membawa sebungkus bakso tusuk yang ditawarkan pada Yura, dan langsung ditolak.
“Nggak kepengin,” katanya. “Kepalaku lagi pusing. Bantu aku jelasin tentang positioning sebagai salah satu strategi pemasaran, dong.”
“Wo, wo, wo…!” balas Kiki berseru. “Aku baru datang langsung ditodong kudu membantu mengerjakan tugas. Berapa bayarannya, nih?”
“2M,” sahut Yura cepat yang dilanjutkan dengan cengiran. “2M alias ucapan, ‘Makasih, Mbaak…!’”
Cukup bercandanya dan Kiki juga telah menghabiskan penganan kecilnya, mereka mulai membahas tugas kuliah Yura. Kiki memang sering diminta membantu menjelaskan – menjelaskan lho, ya, bukan membantu mengerjakan – mata kuliah yang tak bisa dimengerti Kiki. Yura memang terkenal berotak encer dan baik hati.
“So, positioining itu paanci, Kak? Bagaimana penjelasannya?” tanya Yura.
“Simpelnya gini; positioning itu apa yang ada di benak atau pikiran calon pembeli tentang sebuah produk. Kalau mengutip Ries dan Trout; positioning isn’t what you do to a product. It is what you do to the mind of the prospect. Jadi, pekerjaan positioning itu bukan mem-branding produk, tapi lebih kepada membangun branding produk tersebut di pikiran – di otak – di imajinasi – calon konsumen. Saat positioning sudah berjalan dengan benar, calon pembeli bisa langsung mengidentifikasikan produk dengan mudah.”
Yura mengangguk-angguk. “Calon pembeli sudah memiliki awareness tentang sebuah produk mereka dalam benak mereka, gitu?”
“Ya,” jawab Kiki. “Bahkan kalau bisa, brand awareness sebuah produk itu sudah pada level religion – kalau nggak pakai produk itu; emoh. Level tertinggi, tuh.”
Kiki sibuk mencatat penjelasan di bukunya.
“Untuk ngadepetin brand awareness level religion tentu enggak mudah. Jadi, banyak cara yang harus dilakuin untuk menarik hati pelanggan, yes. Semua usaha dilakuin demi image yang kuat di benak pelanggan.”
“Apa saja caranya?” tanya Yura.
“Yang pertama; diferensiasi. Sebuah produk kudu punya hal yang beda, seperti misalnya pada teknologi, harga, target pasar, kualitas, dan lain-lain. Penentuan diferensiasi juga nggak bisa sembaranga. Kudu mempertimbangkan beberapa hal kayak; seberapa penting (important) di mata konsumen, lalu dapat dibeadin (distinctive) dengan produk lain, nggak sekadar berbeda tapi juga punya keunggulan, communicable – dapat dikomunikasikan, susah ditiru atau preemptive oleh pesaing produk yang serupa, dan tentu saja mampu memberi profit a;ias profitable untuk perusahaannya.”
“Setelah menyusun lis positioning, apa lagi yang kudu dikerjakan?” tanya Yura.
“Menyusun strategi positioning yang hubungannya dengan segmentasi pasar. Semakin tepat citra produk, image tentang sebuah produk pun akan semakin tertanam kuat di benak calon konsumen. Semakin pula produk tersebut lebih menonjol ketimbang produk pesaing.”
Kiki terus melanjutkan penjelasannya. “Dalam positioning sebagai strategi pemasaran itu, strategi positioning juga didasarkan menurut atribut, yaitu produk diposisikan berdasarkan sifatnya. Contoh paling oke, tuh produk sirup Marjan.”
“Kalau sudah muncul iklan Sirup Marjan, berarti sebentar lagi bulan Ramadan!” seru Yura cepat.
Kiki semringah. “Hebat ya, bagaimana pihak Sirup Marjan membentuk image sebuah produknya hingga tertancap kuat di benak konsumennya.” Ia kemudian melanjutkan.
“Strategi positioning yang kedua adalah manfaat, yaitu posisi produk berdasarkan manfaatnya. Misalnya, nih, produk biskuat untuk membangkitkan energi.”
“Energi macan!” sahut Yura kembali dengan cepat. Memang penjelasan teori bila disertakan contoh jadi lebih mudah dipahami.
“Satu lagi. Coba tebak kalau ini apa: ada yang lebih bagus dari HIT? Yang lebih mahal banyak.”
“Iklan obat nyambut semprot kan itu?” tanya Yura ragu-ragu. Meski ia mahasiswi zaman now, ia tetap harus tahu jenis-jenis iklan hits zaman semonow (Jawa) alias zaman dulu.
“Yap. Dengan menyebutkan perbandingan harga kayak tagline iklan itu, posisi produknya didasarkan pada harga atau kualitas. Iklan ini ingin menunjukkan kalau harga obat nyamuk ini murah dan kualitasnya paling bagus,” jelas Kiki. “Nah, ada pertanyaan lagi, nggak?”
“Nggaak…,” jawab Yura puas. “Sementara ini dulu. Sedikit banyak aku sudah mulai ngerti tentang salah satu positioning sebagai strategi pemasaran. Besok aku tanya-tanya lagi, ya.”
“Ya, silakan,” jawab Kiki enteng. “Tapi bayaranku naik ya.”
“4M mau?”
“Apaan tuh?” tanya Kiki.
“Makasih, Mbak – Mbak – Mbak,” jawab Yura meng-echo-kan suaranya, lalu nyengir. [des]