“Minta kiriman duit lagi!? Kapan sih kami sebagai mahasiswa baru tak selalu kehabisan duit?! Ufttt…”
“Ssstt… ssttt… jangan kencang-kencang ngomongnya, Mbak…!” bisik Dani setengah kesal.
“Nanti bisa ketahuan Mama.”
“Ya, biarin Mama tahu,” tantang Widya, kakak perempuan Dani. “Habisnya kamu itu…. sudah dikasih duit bulanan. Bukannya digunakan sebaik-baiknya malah dihabisin begitu saja. Ini malah baru tengah bulan, nih. Kamu sudah minta kiriman lagi.”
Larut malam itu Dani mengirim WA pada kakak perempuannya, Mbak Widya. Remaja yang baru kuliah semester satu itu sedang puyeng. Uangnya sudah habis lagi. Padahal baru dua minggu kemarin Mama mentransfer uang saku bulanannya. Setelah menyelesaikan laporan praktikum, diam-diam Dani menghubungi Mbak Widya. Ia tahu kakak perempuannya itu betah melek sampai larut malam. Dani meminta mbaknya menelepon karena pulsanya sendiri sudah tipis.
Sebelum Widya marah-marah, Dani buru-buru menjelaskan situasi dan kondisinya.
“Hemmm… Ya bagaimana jadi mahasiswa baru tak selalu kehabisan duit. Wong jadi mahasiswa baru itu ternyata bikin kaget banget, Mbak,” katanya. “Kudu KRS-an. Mana aku tahu KRS-an itu kayak mana. Belum lagi kalau rebutan ambil kelas dengan dosen tertentu. Terus daftar praktikum. Kudu nyari dan ngapalin ruangan kelas dan laboratorium. Ditambah kudu kenalan ke sesama mahasiswa baru. Kudu ngapalin nama dosen – yang kalau salah nulis nama
mereka bisa dicoret-coret laporan kita. Laporan bertumpuk-tumpuk. Harus siap belajar karena siapa tahu besok ada kuis di kelas. Belum lagi pre-test dan post-test di setiap praktikum. Mana laporan praktikumnya harus pakai daftar pustaka minimal nggak boleh lebih dari lima tahun dari tahun angkatan kita. Dan masih banyak lagi. Stres, kan?”
Widya mendengarkan keluh kesah adiknya. Setelah Dani tenang, barulah ia bertanya lagi, “Lha, terus?”
“Stres, kaaan..,” ulang Dani. “Karena stres itu aku cari hiburan, Kak.”
“Dan, penghiburan itu adalah…?” pancing Widya.
“Jajan. Makan di resto. Nongki di kafe. Beli es krim. Belanja online; baju, sepatu, topi, dan masih banyak yang lain.” Dani segera membela diri sebelum kakaknya protes. “Tapi, yang kulakuin wajar, kan, Mbak? Ketimbang aku frustrasi terus nggak bisa lanjut kuliah sampai selesai? Ya, kan? Ya, kan?”
Tak ada yang bisa dilakukan Widya selain geleng-geleng kepala. Ia akhirnya mau membantu adiknya untuk kali ini. Tapi, dengan beberapa syarat; bantuan transfer uang saku tambahan ini hanya sekali ini saja.
“Lha, kalau bulan depan duitku sudah habis tengah bulan lagi gimana, dong?” sungut Dani.
“Kerja sambilan buat cari duit-lah,” jawab Widya enteng. “Kukasih tahu, ya. Lowongan kerja part time untuk mahasiswa itu banyak banget, lho. Asal kamu rajin mencari.”
“Males nyarinya,” masih sungut Dani. “Mbak Widya sebutin aja, besok aku coba lamar kerja di sana buat dapat tambahan uang saku.”
“Kamu bisa gabung sama Koperasi Mahasiswa atau Kopma di kampus. Kerja part time di sana waktunya bisa disesuaikan sama kesibukan kamu. Dapat bayaran lagi. Belum kalau belanja, kamu bisa dapat potongan harga.”
“Kok aku nggak tahu tentang hal ini, ya?” gumam Dani.
“Kamu nggak gaul, sih. Tahunya ngabisin duit aja.”
“Yee…!” protes Dani. “Terus apa lagi?”
“Kamu bisa daftar di pet-shop untuk merawat hewan pelihaan yang dititipkan di sana. Atau menjadi pelayan tokonya saja juga bisa. Ambil jadwal part-time yang fleksibel.”
“Duh, jadi kangen Moli,” kata Dani. Moli adalah anjing husky peliharaan keluarga mereka.
“Ketiga, kamu bisa daftar kerja part-time apapun asalkan waktunya bisa disesuaikan dengan jadwal kuliah dan praktikum kamu. Jangan lupa konsumsi multivitamin biar nggak ambruk atau jatuh sakit, ya.”
“Hemm, ya.”
“Dikurangin jajannya. Diirit-irit duitnya meski kelak kamu dapat tambahan uang dari kerja part-time.”
“Heemm, ya.”
Widya tak kesal dengan jawaban khas remaja masih labil macam adiknya barusan. Bila sudah kehabisan uang panik, tapi saat diberi masukan malah terkesan tak semangat.
“Catat pengeluaran duit kamu. Misal, jajan es krim 15 ribu, tulis di kolom pengeluaran. Jajan ayam goreng, 25 ribu, tulis di kolom pengeluaran. Belanja sepatu 200 ribu, catat di kolom pengeluaran. Dapat duit hasil malak Mbak Widya, catat di bagian pemasukan.”
“Ih, apaan…, “ sahut Dani sambil nyengir.
“Pakai aplikasi online AKUNbiz aja. Kamu tinggal unduh dari playstore. Jadi, setiap selesai jajan atau belanja-belanja sesuatu bisa langsung kamu catat menggunakan ponsel.”
“Iya, iya,” sahut Dani cepat. “Jadi, kapan nih duit tambahannya ditransfer, Mbak?” tanyanya tak sabaran.
“Iya, iya,” tiru Widya. “Tapi, janji ya. Setelah ini kamu bikin catatan keuangan kamu. Biar nggak boros dan selalu kehabisan duit saat tengah bulan. Jadi mahasiswa baru tak selalu kehabisan duit itu emang gak gampang, tapi juga bukan perkara sulit kalau kamu punya niat.”
“Siap, Bos!” [des]